watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

Cerita sexs
Wanita metropolitan

Kehidupan kota metropolitan sungguh
sangat berlainan dengan kehidupan di
kampung. Jalanan penuh dengan lalu
lalang kendaraan, bergerak tak pernah
berhenti. Bis kota, angkutan penumpang
umum, mobil, motor dan yang lain-lain
berseliweran tak karuan. Lalu lintas
benar-benar semrawut. Sepertinya tak
ada aturan. Mereka berjalan semau gue,
ingin menang sendiri. Tak ada sopan
santun di jalanan. Kemacetan sudah
merupakan keharusan di kota ini. Para
pengendara saling umpat menuntut
haknya masing-masing. Pokoknya
membuat stress siapa saja yang hidup di
kota ini.
Tak heran karenanya para penghuni kota
selalu mencari kesempatan untuk
refreshing. Melupakan kehidupan yang
begitu penuh dengan persaingan, saling
ganjal, saling sikut demi kepentingan
pribadi. Mereka ada yang pergi ke luar
kota, ke daerah pegunungan, ke pantai
atau ada juga yang datang ke tempat-
tempat hiburan sekedar mendengarkan
musik sambil minum-minum bersama
teman-temannya.
Setelah hidup tiga bulan di kota ini, aku
sudah mulai bisa menyesuaikan diri
dengan gaya kehidupan di sini. Aku
pernah juga menyempatkan diri mampir
ke sebuah café untuk mencari hiburan
hanya sekedar melepaskan kepenatan
keseibukanku sehari-hari. Aku pun sudah
tak berhubungan dengan suamiku lagi
setelah kuminta surat cerai darinya,
meski kutahu ia berada di kota tempatku
kini tinggal. Terakhir kali kami bertemu di
suatu tempat dan ia menyatakan maaf
atas segala perlakuannya selama ini. Aku
memaafkannya dan meminta untuk tidak
lagi berhubungan demi kepentingan
bersama. Suamiku sebenarnya masih
mencintaiku namun keadaan memang
tidak memungkinkan lagi. Ia akhirnya
menyatakan selamat tinggal dan
meninggalkan selembar cek bernilai
sangat besar. Katanya untuk menunjang
kebutuhanku sehari-hari.
Sebelum aku datang ke kota ini, aku
sudah mempersiapkan diri untuk
mencari kesibukan. Beruntunglah aku
berkenalan dengan seorang wanita
pengusaha. Usianya tak jauh berbeda
denganku. Orangnya pandai bergaul,
ramah dan pintar. Namanya Nuraini. Aku
memanggilnya Mbak Rini, karena ia
memang meminta dipanggil seperti itu.
Cantik, tinggi semampai, tubuhnya
montok dan suka berpakaian seksi.
Orang bilang tipe ‘Bangkok’.
Penampilannya memang sempurna.
Wanita berkelas. Katanya ia kenal dengan
orang-orang penting dikota ini. Pejabat
pemerintah, konglomerat sampai ke
jenderal-jenderal dikenalnya dengan baik.
Aku tak tahu bagaimana ia bisa menjalin
hubungan dengan mereka. Tapi yang
pasti, kalau melihat penampilannya yang
serba ‘wah’, aku percaya dengan
pengakuannya itu. Siapa yang tak suka
berhubungan dengan Mbak Rini yang
cantik dan seksi itu.
Aku sering berhubungan dengannya dan
banyak meminta nasihat, saran berkaitan
dengan bisnis di kota ini yang penuh
dengan persaingan ketat. Aku pun mau
tak mau harus bisa mengimbangi gaya
hidupnya yang serba aktif, termasuk
mengunjungi tempat-tempat hiburan
atau lebih dikenal dengan istilah ‘Dugem’.
Sore tadi aku ditelepon Mbak Rini untuk
bertemu di sebuah café yang kebetulan
tak begitu jauh dari tempat tinggalku.
Katanya aku akan dikenalkan dengan
seorang pengusaha besar. Mbak Rini
berjanji akan mengikutsertakan diriku
untuk sama-sama mengerjakan proyek
besar dari pengusaha ini. Di telepon dia
wanti-wanti agar aku berdandan secantik
mungkin, bahkan kalau bisa seseksi
mungkin. Aku tertawa saja mendengar
permintaannya itu dan kukatakan ada-
ada saja, masa bertemu dengan
pengusaha saja harus berpakaian seksi,
kataku polos. Tetapi ketika berangkat aku
berpakaian seksi juga pada akhirnya.
Sebelum keluar pintu rumah, aku masih
menyempatkan diri bercermin di depan
kaca yang ada di ruang tamu.
Kuperhatikan dandananku agar tak
membuat malu Mbak Rini nantinya. Aku
cukup puas dengan penampilanku.
Blouse warna hitam itu sangat cocok
sekali dengan warna kulitku yang putih
bersih. Melekat ketat mencetak bentuk
tubuhku sehingga memperlihatkan
lekukan-lekukannya, terutama di bagian
dada. Payudaraku nampak membusung
penuh di balik blouse ketat ini. Bahkan
kancing bagian atasnya sampai susah
dimasukan ke dalam lubangnya saking
ketatnya. Aku agak jengah melihat
tonjolan dadaku sendiri. Ke bawahnya
kupadu dengan rok sebatas lutut. Aku
sengaja memakai rok ini supaya bentuk
kakiku yang ramping dan betisku yang
indah kelihatan cantik. Aku puas dengan
dandananku.
Setengah jam kemudian aku sudah
berada di café itu. Aku celingukan
mencari Mbak Rini di tengah keramaian
orang-orang yang berlalu lalang di sana.
Agak gugup juga aku berada di sana,
mungkin belum terbiasa dengan
kehidupan malam seperti ini meski telah
beberapa kali mencobanya. Selang
beberapa menit, aku menemukannya di
pojok ruangan café itu tengah duduk
berdua dengan seorang pria. Mbak Rini
segera melambaikan tangannya padaku
saat kumelangkah ke sana.
“Sini buruan,” panggilnya. “Nah, kenalin
ini teman saya. Cantik khan?” katanya
kemudian seraya memperkenalkanku
kepada pria di sampingnya. “Anna,”
ucapku lirih malu-malu sambil
menyodorkan tanganku menyambut
uluran tangan pria itu. “Aku Rudy,”
balasnya segera sambil tersenyum
padaku.
Nampaknya pria ini sudah berumur
namun penampilannya masih segar,
penuh vitalitas, dan juga harum, dengan
wewangian yang terasa aroma
maskulinitasnya. Orangnya masih gagah
walau sudah berumur. Tubuhnya pun
tinggi, tegap, dan kekar. Aku dapat
merasakannya dari genggaman
tangannya yang kuat, dan pemandangan
samar bukit dadanya dari balik kemeja
yang dipakainya. Telapak tangannya
yang besar menggenggam habis
tanganku yang mungil. Orangnya
ramah, berkharisma, dan menarik.
Kuperhatikan wajahnya yang cukup
tampan itu. Kekagumanku pun semakin
bertambah. Penampilannya benar-benar
‘dandy’. Pakaiannya kelihatan mahal.
Cukup meyakinkan menjadi pengusaha
besar.
“Silakan duduk,” ucapnya sopan. Tempat
duduk itu berbentuk setengah lingkaran
merapat ke dinding dilengkapi meja di
depannya. Tadinya aku mau duduk
paling ujung akan tetapi Mbak Rini
menyuruhku bergeser lebih ke dalam
agar ada tempat duduk baginya.
Sementara dari ujung sana, Mas Rudy,
demikian aku memanggilnya karena
kulihat ia sudah berumur, bergeser
masuk untuk duduk sehingga praktis aku
berada di antara mereka berdua. Aku lirik
Mbak Rini sebagai tanda protes karena
posisiku yang terjepit tak ad jalan keluar.
Lucunya, ia malah mengedipkan mata
entah apa maksudnya. Sedangkan dari
sisi lain, Mas Rudy terus merapat padaku
sehingga kurasakan bahu kami saling
bersentuhan. Aku jadi kebingungan oleh
keadaan ini. Lagi-lagi Mbak Rini
mengedipkan matanya, kali ini sambil
berbisik “santai aja,” katanya.
Kami mulai mengobrol ngalor ngidul.
Tanya ini dan itu diselingi canda gurau
antara Mas Rudy dengan Mbak Rini yang
agak berbau porno. Kelihatannya mereka
sudah akrab betul. Bahkan sekali-sekali
Mbak Rini mencubit lengan Mas Rudy
sambil tertawa manja, bahkan genit.
Sementara aku yang berada di antara
mereka hanya bisa tersenyum serba
salah mengikuti canda mereka yang
semakin lama semakin seru. Karena
berada di tengah mereka jadi sudah pasti
aku terkena sentuhan mereka saat saling
cubit. Bahkan tangan Mas Rudy sempat
nyerempet buah dadaku yang menonjol
terlalu ke depan saat ia mencubit tangan
Mbak Rini.
Dengan refleks, aku memundurkan
tubuhku. Mereka nampaknya tidak
memperhatikan itu. Sepertinya aku ini
tidak ada. Sebenarnya aku mulai tak
nyaman dengan keadaan ini, kalau saja
Mas Rudy kemudian tidak mengajakku
turut dalam obrolan mereka. Ia memang
tipe pria yang romantis melihat dari tutur
katanya. Tenang, kalem, penuh canda
diselingi pujian yang terdengar tidak
gombal. Bahkan membuat wanita
merasa tersanjung. Obrolan kami
semakin seru saja, apalagi setelah
minuman pesanan kami tiba.
Aku ikut-ikutan meneguk minuman
seperti mereka, meski sebenarnya tak
tahu jenis apa minuman itu, yang pasti
terasa panas di tenggorakan. Aku tak
ingin disebut kampungan. Aku tak mau
dibilang ‘norak’. Kemudian kami mulai
berbicara serius. Membicarakan bisnis
kami. Mas Rudy semakin merapat,
bahkan wajahnya menjulur persis di
depanku saat bicara pada Mbak Rini.
Tercium aroma after shave nya. Aroma
rempah-rempah. Aroma khas laki-laki
jantan! Ehm.., aku mulai ngaco. “Aku
setuju saja dengan usulan Mbak Rini.
Tapi engh.., gimana dengan Mbak Anna
sendiri? Apa dia setuju dengan usulan
saya?” demikian kata Mas Rudy seraya
mengerling genit padaku.
Kurasakan duduknya semakin mepet
padaku. Aku tak mengerti maksud
perkataan itu. Aku segera menoleh ke
arah Mbak Rini seakan minta pertolongan
apa yang harus kukatakan. Mbak Rini
langsung berbisik padaku bahwa ia
setuju dengan penawaran harga atas
proyek bernilai ratusan milyar itu asal
aku dan Mbak Rini mau bersenang-
senang dengannya. “Maksud Mbak?”
bisikku semakin bingung. Ia tak
menjawab bahkan ia langsung
mengiyakan pada Mas Rudy tanpa
meminta pendapatku dahulu. Kulihat Mas
Rudy langsung tersenyum senang
mendengar jawaban itu. “Nah itu baru
rekan bisnis yang jempolan,” katanya
seraya menjawil daguku dengan gemas.
“Ayo kita rayakan kerjasama ini,” belum
sempat aku protes apa yang mereka
sepakati, tiba-tiba Mbak Rini langsung
meraih gelas dan mengacungkannya ke
atas meja disambut oleh acungan gelas
Mas Rudy.
Mereka melirik padaku. Menunggu
reaksiku. Aku sepertinya telah terjebak.
Tak ada lagi yang bisa kupebuat kecuali
mengikuti ajakan mereka. Kami sama-
sama meneguk minuman dalam gelas
sampai habis. Minuman itu langsung
kutelan. Terasa panas di tenggorokan.
Bahkan tubuhku mulai terasa hangat.
Kepalaku terasa agak melayang. Apa aku
ini sudah mabok?
Mereka terlihat gembira sekali sambil
bernyanyi-nyanyi mengikuti lagu yang
dimainkan oleh sebuah grup musik di
panggung café. Minuman dalam gelasku
sudah terisi penuh kembali. Baik Mas
Rudy maupun Mbak Rini memintaku
untuk menghabiskannya. Kuturuti
permintaan mereka. Aku pun ingin
bersenang-senang seperti mereka
mengikuti suasana hingar bingar musik.
Kulihat penyanyi wanita di panggung
meliuk-liukan tubuhnya dengan gerakan
erotis mengikuti irama musik padang
pasir yang dimainkan grup musik. Persis
seperti penari ular. Suasana semakin
heboh. Pengunjung lain, pria, wanita
mulai ikut-ikutan berjoget. Ada yang
berpelukan, bahkan berciuman. Mereka
tak malu melakukan itu di depan umum.
Suasana ini melanda di meja tempat
kami. Mbak Rini tanpa diduga
menyodorkan wajahnya persis didepan
mukaku dan disambut oleh Mas Rudy
dengan ciuman di bibirnya. Aku terpana
melihat aksi mereka di depanku. Mereka
asyik berciuman. Saling mengulum.
Seolah aku tak hadir di depannya.
Sungguh gila kehidupan di kota ini. Aku
tak menyangka akan sejauh ini. Begitu
bebas. Ciuman mereka nampaknya
semakin memanas. Pandanganku
semakin kabur. Mungkin minuman yang
kuteguk tadi mulai mempengaruhiku.
Tubuhku terasa kelu. Dan entah kenapa
pemandangan di depanku membuat
diriku bergairah. Kulihat mereka asyik
sekali berciuman. Membuatku iri.
Entah bermimpi atau tidak, kurasakan
sesuatu bergerak di bawah meja.
Meraba-raba lututku dan merayap
perlahan, menelusup ke balik rokku,
menggerayangi pahaku. Kutahu itu
tangan Mas Rudy. Aku tercekat. Kurang
ajar lelaki ini! Rutukku dalam hati. Pura-
pura berciuman dengan wanita lain
sementara tangannya menggerayang
nakal di atas pahaku. Kutepiskan tangan
itu dari balik rokku. Mas Rudy hanya
mengerlingkan matanya padaku
sementara bibirnya tak pernah lepas dari
bibir Mbak Rini. Gila semua! Pekikku
dalam hati mengutuk perbuatan mereka.
Kelihatannya Mbak Rini tahu apa yang
dilakukan Mas Rudy tehadapku. Ia
tersenyum padaku sambil
menganggukan kepala. Entah apa
maksudnya. Kemudian kurasakan
kembali gerayangan di atas pahaku,
namun kali ini bukan hanya dari sisi
kiriku tetapi juga dari sisi kanan tempat
Mbak Rini. Oh.. dunia ini semakin kacau!
Masa Mbak Rini pun berselera kepadaku
sesama perempuan? Aku sepertinya
terpesona oleh gerayangan tangan Mbak
Rini yang begitu lembut dan mesra. Aku
tak berani menepis tangannya yang
semakin naik menuju pangkal pahaku.
Mereka menghentikan ciumannya dan
melirik bersama-sama kepadaku. Aku
balas memandang tatapan mereka.
Kulihat kilatan bola mata mereka
memancarkan gairah. Tiba-tiba saja,
mereka mencium pipiku dari kanan-kiri.
Aku berteriak memprotes perbuatan
mereka. Teriakanku nampaknya
tenggelam di tengah kegaduhan musik di
café itu. Tamu-tamu lain pun tak ada
yang memperhatikan perbuatan kami.
Mereka sibuk dengan keasyikannya
masing-masing. Kurasakan gerayangan
tangan mereka semakin nakal, terutama
tangan Mbak Rini yang mulai menarik
celana dalamku. Aku tercekat dan
tubuhku terlonjak. Saat itulah dengan
mudahnya, Mbak Rini memelorotkan
celana dalamku hingga turun sampai ke
lututku. Aku berteriak “Mbak.. apa-
apaan?!”
Mbak Rini tak berkomentar malah terus
menciumi pipiku dan bergeser ke
bibirku. Aku benar-benar kelabakan
dikeroyok mereka. Mas Rudy tak tinggal
diam. Bibirnya menciumi leherku dari
samping kiri sementara tangannya yang
lain meraba-raba dadaku. Aku ingin
menangis rasanya diperlakukan seperti
ini di muka umum.
Tetapi harus kuakui, mereka memang
benar-benar lihai memperlakukanku.
Penuh kelembutan. Tak ada pemaksaan.
Hanya aku saja yang tidak berani
berontak. Tenagaku sepertinya hilang
entah kemana. Tubuhku terasa lunglai.
Pengaruh minuman itu semakin terasa
menguasai pikiran jernihku. Cumbuan
hangat mereka membuat tubuhku
serasa terbakar. Aku mulai terbuai,
terpesona oleh perasaanku sendiri.
Apalagi Mas Rudy tak henti-hentinya
membisikan rayuan dan pujian di
telingaku.
“Kamu cantik sekali sayang.., tubuhmu
benar-benar seksi.. sangat
merangsang..” rayunya seraya
mencopot kancing blouseku untuk
kemudian menelusupkan tangannya ke
dalam.
Menggerayangi buah dadaku yang
masih tertutup kutang. Diremasnya
dengan lembut. Kurasakan jemari
tangannya mengelus-elus kulit bagian
atas dadaku yang terbuka untuk
kemudian menelusup ke balik kutangku.
Tanpa sadar aku melenguh. Aku mulaui
terbawa arus permainan mereka.
Gairahku kembali muncul setelah cukup
lama terpendam sejak perselingkuhanku
dengan Kang Hendi beberapa bulan yang
lalu. Bergelora penuh gairah. Tubuhku
berdenyut-denyut oleh nafsu birahiku
sendiri. Darahku berdesir kencang,
terlebih saat tangan Mbak Rini mengelus-
elus bibir kemaluanku. Kurasakan daerah
itu mulai basah. Aku merasakan sesuatu
yang lain dari sentuhan tangan Mbak
Rini. Sepertinya ia tahu persis titik-titik
kenikmatan di daerah itu. Benar-benar
indah, sampai-sampai aku tak sadar
mengerang lirih sambil memanggil
namannya.
“Ya sayang..” jawabnya dengan lirih
pula. Terdengar nafasnya mulai
tersengal-sengal. Ia lalu berbisik padaku
untuk mencari tempat yang lebih leluasa
dan kemudian disetujui oleh Mas Rudy.
Aku sudah tak perduli mau dibawa
kemana dan aku tak ingat bagaimana ia
membawaku karena begitu mataku
terbuka aku sudah berada di atas ranjang
empuk di dalam kamar yang dipenuhi
oleh berbagai peralatan mewah. Lampu
yang bersinar temaram menolong
pandangan mataku untuk melihat ke
sekeliling. Kulihat disamping ranjang Mas
Rudy tengah membantu Mbak Rini
melepaskan pakaiannya. Dengan refleks,
aku melihat kepada diriku sendiri dan
menarik nafas lega ketika kutahu
pakaianku masih lengkap menempel di
tubuhku, hanya saja kancing blouseku
sudah terlepas beberapa buah sementara
rokku tersingkap memperlihatkan
kemulusan pahaku. Sedangkan kedua
kakiku menekuk sebatas lutut sehingga
dari arah mereka dapat terlihat bagian
dalam ujung pangkal pahaku yang
masih tertutup celana dalam.
Aku menonton adegan mereka. Pakaian
Mbak Rini sudah terlepas semuanya.
Dalam hati aku mengagumi keindahan
tubuhnya yang sudah telanjang bulat itu.
Buah dadanya tak sebear milikku tapi
memiliki bentuk yang indah dan nampak
lebih membusung karena tubuhnya lebih
kecil dibandingkan diriku. Pinggulnya
membentuk lekukan sempurna
diimbangi oleh buah pantatnya yang
bulat penuh. Perutnya rata.
Selangkangannya dipenuhi oleh rambut
hitam legam yang begitu rimbun. Sangat
kontras dengan warna kulitnya yang
putih bersih. Aku merasakan keanehan
dalam getaran tubuhku saat
memandang tubuh Mbak Rini.
Jantungku berdegub semakin kencang
melihat aksi Mbak Rini mencium Mas
Rudy dengan penuh gairah. Kedua
tangannya bergerak cekatan mempreteli
baju dan celana Mas Rudy. Tontonan ini
semakin mendebarkan. Gairahku
terpancing melihat tubuh Mas Rudy yang
masih oke walau sudah tua. Kemaluanku
semakin berdenyut-denyut melihat
tangan Mbak Rini menelusup ke balik
celana Mas Rudy sambil memperlihatkan
ekspresi kaget di wajahnya. Aku semakin
penasaran oleh apa yang telah
ditemukannya. Ia melirik padaku yang
tergolek di ranjang sambil
memperlihatkan ekspresi wajah penuh
kekaguman. Tanpa sadar, aku bangkit
untuk melihatnya. Aku jadi penasaran
melihat Mbak Rini seperti sengaja
menyembunyikannya dari
pandanganku. Aku baru terpekik kaget
begitu Mbak Rini sambil menyeringai
senang mengeluarkan sesuatu dari balik
celana Mas Rudy dalam genggaman
kedua tangannya.
Dari balik celana Mas Rudy keluar batang
kemaluannya yang sudah kencang
dengan ukuran yang luar biasa. Panjang
dan besar! Padahal kedua tangan Mbak
Rini sudah menggengamnya penuh tapi
masih terlihat sisa beberapa senti di
atasnya. Panjang sekali! Mbak Rini
tersenyum senang seperti anak kecil
mendapatkan mainan. Mengocoknya
naik turun sambil melambai-lambaikan
batang itu ke arahku. Seolah ingin
memperlihatkan kepadaku betapa
senangnya ia mendapatkan batang
kontol sebesar itu.
Aku hanya bisa menelan ludah sendiri
menyaksikan semua itu. Sementara
kulihat Mas Rudy mengerling padaku
sambil tersenyum bangga dengan apa
yang dimilikinya. Aku balas tatapan itu
dengan menjilati bibir dengan lidahku.
Kuingin ia tahu betapa besarnya
keinginanku untuk menjilatinya. Kulihat
bola matanya berbinar melihat aksi
genitku yang membuatnya bergairah.
Kelihatannya ia ingin segera meloncat ke
atas ranjang tempatku berbaring dengan
posisi yang menggairahkan. Tetapi Mbak
Rini menahannya di sana. Wanita itu
langsung berjongkok di hadapan Mas
Rudy dan menjilati batang itu dengan
penuh nafsu. Kepala Mas Rudy menoleh
ke belakang sambil mengerang
kenikmatan merasakan jilatan lihai lidah
Mbak Rini di sekujur batangnya. Dari
bawah naik ke atas, mengulum-ngulum
kepalanya untuk kemudian turun kembali
ke bawah menjilati buah pelernya.
Kepalaku terasa pening melihat aksi Mbak
Rini. Nafsuku mulai terasa di ubun-ubun.
Aku diam di ranjang melihat permainan
mereka sambil meremas-remas dadaku
sendiri. Aksiku menarik perhatian Mas
Rudy. Tangannya mencoba menggapai
ke arahku namun tak sampai. Aku
sengaja membusungkan dadaku
memndekati ujung tangannya yang
hanya tinggal beberapa senti lagi.
Jemarinya mencoba meraih tetapi tetap
tak sampai. Aku tersenyum menggoda.
Aku ingin Mas Rudy terangsang oleh
godaanku. Jemariku mencopot kancing
blouse satu per satu sambil menatap
penuh gairah kepadanya.
“Ooohh.. luar biasa.. ngghh..” erangnya
merasakan kenikmatan dan rangsangan
yang diberikan oleh dua orang
perempuan cantik nan seksi sekaligus.
Mbak Rini semakin semangat dengan
aksinya. Mulutnya sudah penuh dengan
batang kontol Mas Rudy. Dihisap-hisap.
Dikulum-kulum dengan penuh
kenikmatan. Aku iri melihatnya. Aku lalu
bangkit dari ranjang dan menghampiri
mereka. Kupeluk tubuh Mas Rudy dari
belakang. Menciumi bahu dan
punggungnya yang kokoh, sementara
kedua tanganku menggapai ke atas
dadanya yang berotot. Aku bisa
merasakan dadanya yang dipenuhi bulu-
bulu halus. Spontan saja aku langsung
mengelus-elusnya. Kemudian tanganku
bergerak merambahi lengan Mas Rudi.
Lengan itu terasa begitu kencang,
dengan otot-ototnya yang bersembulan.
Kuelus dan kumainkan bisepnya yang
tebal dan padat itu. Wajah Mas Rudy
menoleh ke samping mencari-cari
bibirku untuk dikulum. Aku sengaja
menghindar. Menggodanya. Ia semakin
terangsang. Kubiarkan saja seperti itu.
Tanganku pun merayap ke arah
perutnya. Meski sudah berumur tetapi
perutnya tidak buncit, sama dengan
bagian tubuhnya yang lain, tampak
kokoh dengan otot-ototnya yang keras
dan pejal. Ia nampaknya rajin berolah
raga sehingga masih memiliki tubuh
seperti model pria di majalah kebugaran.
Kurasakan perutnya bergetar hebat
mengikuti rayapan nakal jemariku.
Kupermainkan bulu-bulu lebat di seputar
selangkangannya. Aku sengaja tidak
meraba batang kontolnya yang tengah
dikulum Mbak Rini meski kutahu pasti ia
sangat menginginkan sentuhan tanganku
pada batangnya. Kudengar ia melenguh
memanggil namaku. Ia rupanya tersiksa
oleh godaanku. Aku tersenyum penuh
kemenangan. Entah kenapa dalam lubuk
hatiku, aku ingin memberinya lebih dari
apa yang diberikan Mbak Rini pada Mas
Rudy saat itu. Inilah mungkin persaingan
di antara wanita yang tak pernah disadari
oleh kaumku.
Aku lalu berpindah ke depan mereka
diiringi tatapan Mas Rudy yang begitu
penasaran dengan apa yang akan
kulakukan. Aku ikut berjongkok di
belakang Mbak Rini. Kupeluk wanita itu
dari belakang. Mbak Rini menoleh
sebentar untuk kemudian meneruskan
kulumannya. Kudengar ia merintih saat
tanganku memeluk buah dadanya.
Kuremas dengan lembut sambil memilin
putingnya yang sudah mengacung
keras. Aksiku tak pernah luput dari
pandangan Mas Rudy. Kuciumi
punggung Mbak Rini. Sekali-sekali kugigit
perlahan. Ia mengaduh. Tapi nampaknya
tidak merasa kesakitan malah sebaliknya.
Ia terangsang karena kurasakan
putingnya semakin mengeras. Tanganku
merayap lebih jauh. Turun ke bawah
menelusuri permukaan perutnya. Lalu
mengelus-elus bulu kemaluannya.
Jemariku segera menelusuri garis bibir
kemaluannya. Mbak Rini melenguh
merasakan permainan jemariku. Ia
sudah basah. Jemariku merasakan
daerah itu sudah sangat licin sehingga
dengan mudah telunjuk jariku melesak
ke dalam liangnya. Kutekan perlahan.
Jemariku bergerak keluar masuk untuk
kemudian menusuk lebih dalam.
Pinggul Mbak Rini bergoyang seperti
gerakan bersenggama mengimbangi
tusukan jariku. Kugeser-geser dadaku ke
atas punggungnya. Buah dadaku terasa
semakin membusung oleh desakan
nafsu birahi. Meski masih terhalang oleh
pakaian, namun terasa hingga ke hatiku.
Aku ikut-ikutan melenguh menimpali
erangan Mbak Rini yang tengah
disetubuhi oleh jariku. Kupermainkan
kelentitnya. Aku tahu persis
kelemahannya, tahu mana titik-titik yang
bisa membuatnya memekik penuh
kenikmatan. Sama persis seperti yang
ada di tubuhku. Karena kami sama-sama
wanita.
Mas Rudy terperangah dengan aksi kami
berdua di bawah. Pemandangan
dihadapannya semakin membuat Mas
Rudy terangsang hebat. Mungkin baru
kali ini ia bercinta dengan dua wanita
sekaligus dan tak pernah
membayangkan akan demikian dahsyat
rangsangan yang dirasakannya.
“Oh.. kalian berdua sungguh luar biasa..”
katanya dengan suara tersengal.
“Ayolah kita pindah ke ranjang. Aku
sudah tak kuat lagi.. ngghh..” pintanya
kemudian.
Kami lalu berpindah ke ranjang. Mas
Rudy mengambil posisi telentang,
sementara aku berbaring di sampingnya
sambil berciuman dengannya. Mbak Rini
rupanya belum mau melepaskan
kuluman pada kontolnya. Ia masih asyik
mengemot-emot batang itu. Kedua
tangannya tak pernah berhenti
mengocok. Luar biasa pertahanan Mas
Rudy. Ia belum memperlihatkan tanda-
tanda akan mencapai puncaknya.
Padahal Mbak Rini sudah mengeluarkan
semua kemampuannya menghisap
kontol itu. Ia penasaran sekali.
Aku dan Mas Rudy kembali berciuman.
Kurasakan tangan kekarnya bergerak
lincah mempreteli kancing blouseku
hingga terlepas. Ia lalu meraih kaitan
kutang di punggungku dan
melepaskannya. Mas Rudy melenguh
penuh kekaguman begitu kedua buah
dadaku yang membusung penuh
tumpah dari kutangku. Kedua tangannya
segera menangkap buah dadaku.
Meremas-remas seraya berkata betapa
kenyal dan montoknya buah dadaku. Ia
tak berhnti memuji-muji kecantikan
tubuhku. Bibir langsung berpindah ke
atas payudaraku. Menciumi keduanya
dan menjilat-jilat putingku. Aku meringis
keenakan menghadapi lumatan pada
putingku. Tangannya meraih tanganku
untuk dibimbing ke arah kontolnya.
Mbak Rini lalu melepaskan kulumannya
dan membiarkan aku menggenggam
kontolnya. Ia bangkit dan mengambil
posisi jongkok mengangkangi Mas Rudy.
Liang memeknya persis di atas kontol
yang tengah kupegang. Kuacungkan
persis menempel di mulut liangnya. Aku
melirik ke arah Mbak Rini dan memberi
tanda supaya menurunkan tubuhnya.
Mbak Rini melenguh panjang saat ujung
kepalanya menerobos masuk bibir
kemaluannya.
“Oohh.. gedee.. bangeett.. uugghh..
enaakkhh..!” rintih Mbak Rini penuh
kenikmatan.
Kulihat batang yang lebih besar dari
pergelangan tanganku itu melesak ke
dalam liang Mbak Rini yang sempit.
Batang itu baru masuk setengahnya.
Mbak Rini sudah kelihatan gelagapan.
Kelihatannya tak akan muat. Mbak Rini
menggoyang-goyang pantatnya sambil
bergerak turun naik. Sedikit demi sedikit
gerakan itu membantu batang Mas Rudy
masuk lebih dalam lagi. Mbak Rini baru
menjerit lega setelah merasakan batang
itu masuk seluruhnya. Ia tampak puas
bisa membenamkan seluruhnya. Setelah
itu ia beergerak naik turun. Telihat lambat
sekali. Ketika naik rasanya tidak sampai-
sampai ke ujungnya. Begitu pula saat
turun. Terasa lama sekali baru mentok
hingga ke dasarnya.
Aku terpesona melihatnya sambil
berpikir apakah liangku mampu
menerimanya. Aku tak bisa berpikir lama
karena tangan Mas Rudy bergerak
semakin nakal. Rokku telah
dipelorotkannya sekaligus dengan celana
dalamku. Aku kini sudah telanjang bulat
seperti mereka berdua. Kurasakan jemari
besar dan lembut Mas Rudy menusuk-
nusuk liang memekku. Mulutnya tak
pernah berhenti mengemoti puting
susuku. Kenikmatan di dua tempat ini
benar-benar luar biasa. Rangsangan
dahsyat menyebar ke sekujur tubuhku.
Cairan pelumas dari liang memekku
semakin membanjir sehingga
memperlancar laju keluar masuk
tusukan jari Mas Rudy. Menyentuh
seluruh relung vaginaku. Kelentitku
dipermainkan sedemikian rupa. Tubuhku
terlonjak-lonjak saking keenakan.
Pinggulku bergoyang, berputar dan
bergerak maju mundur mengikuti irama
tusukannya.
“Ganti posisi Mbak..” kata Mas Rudy tiba-
tiba. Ia bangkit sembari menurunkan
tubuh Mbak Rini yang tengah asyik
menungganginya.
Kulihat Mbak Rini sepertinya tahu apa
keinginan Mas Rudy. Ia langsung
mengambil posisi merangkak di atas
ranjang, bertumpu pada kedua lututnya
yang ditekuk sementara pantatnya
menungging ke atas. Mas Rudy
mengambil posisi di belakangnya. Ia
tekan punggung Mbak Rini sehingga
wajahnya menyentuh ranjang.
Pantatnya yang bulat penuh itu semakin
menungging. Mas Rudy bergumam tak
jelas sambil menatap penuh nafsu liang
memek Mbak Rini yang sudah
menganga lebar dari bagian
belakangnya. Mas Rudy memegangi
kontolnya dan diarahkan ke liang itu.
Tubuhnya segera didorong ke depan.
Mbak Rini melenguh seperti sapi yang
sedang diperah. Mulutnya menganga
sambil mengaduh karena merasakan
liangnya dijejali benda keras, panjang
dan besar milik Mas Rudy.
Aku iri melihat kenikmatan yang
diperolehnya. Aku diam tak bergerak
menyaksikan persetubuhan mereka.
Nafsuku semakin memuncak. Kedua
tanganku dengan refleks meremas buah
dadaku sendiri. Mas Rudy melihat
perbuatanku. Ia menyuruhku untuk
bergabung. Mbak Rini segera menarik
tubuhku hingga telentang persis di
bawahnya. Kedua kakiku dibukanya
lebar-lebar kemudian wajah Mbak Rini
mendekati pangkal pahaku. Aku
berdebar menantikannya. Kemudian
kurasakan jilatan lidahnya di bibir
kemaluanku. Tubuhku bergetar hebat.
Luar biasa! Baru kali ini aku merasakan
lidah perempuan menjilati memekku.
Tubuhku meggeliat-geliat antara geli dan
nikmat. Mbak Rini memang luar biasa. Ia
lihai sekali memberikan rangsangan
padaku. Lidahnya menjilat-jilat kelentitku.
Pantatku terangkat tinggi-tinggi begitu
kurasakan desakan hebat dari dalam
tubuhku. Begitu kencang dan kuat
hingga aku tak dapat menahannya. Aku
menjerit lirih sambil menggigit bibirku
sendiri. Semburan demi semburan
memancar dari liang memekku. Aku
mencapai puncak kenikmatan hanya
dalam beberapa kali jilatan saja. Kulihat
ke bawah wajah Mbak Rini semakin
terbenam di antara selangkanganku.
Mulutnya mengecup-ngecup cairan yang
meleleh dari liangku. Menghirupnya
dalam-dalam. Ia dengan penuh gairah
membersihkan ceceran cairanku di
sekitar kemaluanku.
“Oohh.. Mbak Rinii.. ngghh..
mmppffhh..” rintihku sambil menjambak
rambutnya dan menekan kepalanya ke
dalam selangkanganku.
Sementara di belakang sana, Mas Rudy
dengan gagahnya menghujamkan
senjata terus menerus. Pinggulnya
meliuk-liuk dan bergerak maju mundur
dengan kecepatan penuh. Mbak Rini
sampai kelabakan mengimbangi
keperkasaan pria tua yang jantan itu.
Selang beberapa detik kemudian Mbak
Rini melenguh panjang. Tubuhnya
berkelojotan. Nampaknya ia pun sudah
mencapai puncak kenikmatannya sendiri.
Tubuhnya langsung lunglai dan terjatuh
di sampingku. Aku segera
menghujaninya dengan ciuman.
Bibirnya kukulum. Buah dadanya
kuremas-remas. Lenguhannya
bertambah keras bahkan setengah
menjerit. Ia balas memeluk tubuhku.
Mengerayangi buah dadaku. Memilin-
milin putingku. Aku merasakan gairahku
muncul kembali. Kami bergumul dengan
panasnya. Aku melirik ke arah Mas Rudy
yang terpana menyaksikan aksi kami.
Batang kontolnya nampak masih keras,
mengacung dengan gagahnya. Aku
biarkan dia menonton kami. Perhatianku
tersita semuanya oleh cumbuan Mbak
Rini. Tubuhku menyambut hangat
kecupan panasnya. Aku sudah tidak lagi
memperhatikan Mas Rudy.
Aku tak pernah menyangka bahwa Mbak
Rini memiliki kecenderungan untuk
bercinta dengan sesama perempuan
pula selain dengan lelaki. Bi-sex, kata
orang. Aku pun sebenarnya tak pernah
berpikir akan bercinta dengan sesama
perempuan dan tak pernah
membayangkan akan kenikmatannya.
Ternyata rasanya memang lain dari pada
yang lain. Aku tak kalah hangatnya
menyambut cumbuan Mbak Rini.
Dadaku seakan mau meledak oleh
rangsangan hebat yang bergolak dalam
tubuhku. Bibir Mbak Rini terus-terusan
menghisap puting susuku. Aku
menggeliat-geliat saking enaknya.
Kenikmatanku semakin betambah saat
kurasakan bibir kemaluanku digesek-
gesek oleh moncong kepala kontol Mas
Rudy yang mulai ikut bergabung dengan
kami. Ya ampun! Aku berteriak dalan hati
saking keenakan. Mana pernah kualami
kenikmatan luar biasa seperti yang
sedang kurasakan saat ini.
“Auuww!” aku merintih saat merasakan
kontol Mas Rudy menyeruak di antara
bibir kemaluanku yang masih rapat.
Rasanya membuatku tersedak dijejali
kontol sebesar itu. Kubuka kedua kakiku
lebar-lebar untuk memberikan jalan
padanya. Pinggulku berkutat agar kontol
itu masuk seluruhnya. Aku bisa menarik
nafas lega melihat Mas Rudy mulai lancar
menggoyang pantatnya. Ruang
vaginaku terasa penuh. Gesekan urat-
urat batang Mas Rudy sampai terasa ke
ulu hati. Ujung kepalanya menyodok-
nyodok bagian terdalam vaginaku. Aku
sampai kehabisan nafas mengimbangi
goyangan Mas Rudy. Ia benar-benar
perkasa. Aku takluk padanya. Tubuhku
serasa dipanggang oleh kontol
panjangnya. Otot-otot vaginaku
kukedut-kedut. Mas Rudy mengerang
merasakan kenikmatan kedutanku
menghisap-hisap kontolnya. Baru tahu
rasa sekarang, ujarku dalam hati. Akan
kubikin KO dia, ancamku dalam hati
dengan gemas.
Kuingin ia segera menyemprotkan air
maninya dalam vaginaku. Kuingin
merasakan kekuatan semprotannya.
Kuingin ia tumbang dalam pelukannku.
Aku bergoyang sekuat tenaga. Kupelintir
batang kontolnya dalam memekku.
Kulihat Mas Rudy megap-megap. Aku
semakin bersemangat. Pinggulku
berputar seperti gasing. Meliuk-liuk liar.
Kurasakan tubuhnya mulai berkelojotan.
Aku sudah tak memperhatikan Mbak Rini
yang sibuk mencumbui tubuhku. Aku
lebih berkonsentrasi untuk membuat
Mas Rudy mencapai orgasme
secepatnya.
Upayaku belum juga memperlihatkan
hasil. Mas Rudy nampak masih perkasa
menggenjotku. Belum terlihat tanda-
tanda ia akan orgasme. Aku semakin
frustrasi melihatnya, karena lama
kelamaan aku sendiri yang kewalahan.
Aku sudah merasakan desiran kuat
dalam tubuhku. Aku panik oleh gejolakku
sendiri. Kucoba bertahan sekuat
mungkin, tetapi batang kontol Mas Rudy
masih terus menusuk-nusuk dengan
cepatnya. Gesekan kulit batangnya yang
keras dan gerinjal urat-uratnya pada
kelentitku, membuat pertahananku jebol
paad akhirnya. Aku berteriak sekuat
tenaga saat aliran deras menyembur dari
dalam diriku. Aku menyerah, pasrah dan
membiarkan otot-ototku melemas,
melepaskan orgasmeku yang meledak-
ledak.
“Masukiinn.. semuaannyaa..!” Jeritku
seraya menarik pantat Mas Rudy ke
dalam selangkanganku sehingga
kontolnya melesak masuk seluruhnya.
Kurasakan semburan demi semburan
memancar dari dalam liangku.
Sementara Mbak Rini mengelus-elus
wajahku seolah sedang menenangkan
diriku yang tengah menghadapi amukan
kobaran api birahi. Aku baru bisa
mengambil nafas lega beberapa menit
kemudian. Tulang-tulangku serasa pada
copot. Aku terkulai lemas. Tenagaku
terkuras habis dalam pertempuran tadi.
Mas Rudy lalu mencabut batangnya dari
liangku. Ia nampak masih perkasa,
mengacung gagah. Kepalanya mengkilat
karena cairan milikku. Mbak Rini menoleh
ke arahnya, kemudian kepadaku
sepertinya meminta bantuanku untuk
‘mengeroyok’ lelaki yang telah membuat
kami berdua luluh lantak. Aku
mengangguk dan segera bangkit
menghampiri Mas Rudy. Kutarik tubuh
atletisnya yang sudah licin karena
keringatnya, supaya berbaring telentang
di ranjang. Bibirku langsung menyerbu
daerah selangkangannya. Aku sudah tak
sabar ingin melumat batang kontolnya.
Kuselomoti dengan rakus hingga
terdengar suara kecipakan air liurku.
Sementara Mbak Rini memulai
cumbuannya di bagian dadanya.
Menjilati puting susunya yang besar.
Menyusur terus ke bawah dan
bergabung denganku menggumuli
batangnya.
“Ouuhh.. sedaapp..” Pekik Mas Rudy
melihat dua perempuan cantik saling
berebut menciumi kontolnya.
Mbak Rini kebagian ujung kepalanya,
sementara aku menjilati batang dan buah
pelernya. Kami berdua saling berlomba
memberikan kenikmatan kepada Mas
Rudy. Kami kemudian bergiliran. Aku
bagian atas, Mbak Rini bagian bawah.
Seterusnya bergantian sampai beberapa
menit lamanya. Ketika kami merasakan
Mas Rudy menggelinjang dan
mengerang seperti menahan sesuatu,
secara berbarengan mulut kami
menciumi moncong kontolnya dari
samping. Kedua tangan kami mengocok
batangnya.
“Ouuhh.. saa.. yaa.. ke.. ke.. kelu..”
belum sempat ucapannya berakhir,
nampak cairan kental dan hangat
menyemprot keras dari moncongnya.
Tubuhnya menghentak-hentak seiring
dengan semburan air maninya yang tak
henti-henti muncrat. Wajah kami
belepotan disirami air maninya yang
keluar begitu banyak. Mbak Rini
menghisap terus dengan rakusnya.
Lidahnya menjilat-jilat sampai bersih
batang itu dari ceceran air maninya.
Sedangkan aku mengocoknya seakan
mau memeras kontol itu hingga habis
cairannya.
Setelah membersihkan cipratan air mani
di wajah, lalu kami menjatuhkan diri di
kiri dan kanan tubuh Mas Rudy sambil
memeluknya. Kami benar-benar
kecapaian. Mata terasa berat karena
kantuk. Samar-samar kudengar Mas
Rudy berkata, “Kalian memang luar
biasa. Saya benar-benar puas bersama
kalian..”
Kami tak tahu apa lagi yang
dibicarakannya karena sudah terbang
melayang dalam mimpi indah. Senyum
kepuasan tersungging dari bibirku dan
Mbak Rini. Pengalaman yang sungguh
tiada duanya….


Adult | GO HOME | Exit
1/655
U-ON

inc Powered by Xtgem.com